MENUNGGU
CINTA DIBALIK USIA
“Viviiiiiiiiii………… bangunnnn
naaakkkk” jeritan ibu bahkan terdengar hingga ke pasar.
“kan Vivi bilang, Vivi gak mau
belajar kedayah” raut wajah Vivi yang sedari tadi ditekuk dengan lutut telah
berubah warna menjadi merah padam karena kekurangan oksigen.
Suara
langkah kaki ibu semakin jelas terdengar menuju ke arah kamar Vivi, tangan
sebelah kanan berisi air satu gayung, dan tangan kiri ibu mulai memegang gagang
pintu kamar yang memang tidak pernah dikunci oleh pemiliknya. Saat pintu mulai
dibuka, ibu mulai mengayunkan tangan kanannya ke belakang berharap air segayung
itu membasahi wajah anaknya yang tidak pernah mau mendengarkannya.
“ehhh ibu masuk” Senyuman Vivi
merekah dengan posisi ia duduk di atas kasurnya yang telah rapi.
“Vivi udah bangun bu, ini baru
selesai beresin tempat tidur,,,hehehe” sambil tertawa licik, Vivi meraih gayung
yang berisi air di tangan ibunya yang telah terpaku di depan pintu kamar.
“aku bahkan tidak tahu harus
berbuat apa kepadamu yang memiliki perilaku seperti ini” keluh ibu sambil
berlalu keluar dari kamar Vivi dan membuat sarapan untuk pagi yang melelahkan.
Sarapan
dimeja makan bersama adalah hal yang didambakan setiap keluarga, namun berbeda
pula dengan pemikiran Vivi, baginya makan bersama dimeja makan merupakan hal
yang selalu membuatnya merasa sedang mengalami ujian nasional, setiap suap nasi
yang ia makan selalu berisi dengan jawaban yang belum tentu diterima
kebenarannya.
“Vi, cobalah dulu mengaji didayah
itu, pemiliknya juga paman Vivi, jadi apa yang Vivi takutkan?” pertanyaan ibu
untuk suapan Vivi yang kesekian kali.
“Huuffttt,,,, Ok… Vivi mau, tapi
hanya 3 bulan,, selama 3 bulan Vivi akan coba, untuk kedepannya itu keputusan
Vivi. Ok,, Ibu setuju?” jawaban penuh syarat itu ia lontarkan kepada ibunya
yang nyaris tersedak.
“ok Vi,, toh sebentar lagi Vivi
juga kuliah,, jadi proses mondok didayah juga gak akan lama lagi” Senyuman ibu
merekah sambil menaruh lauk tambahan ke piring Vivi yang masih penuh.
Tanpa
menunggu waktu lama, Vivi segera diantar oleh ibunya menuju dayah milik
pamannya yang tidak begitu jauh dari tempat mereka tinggal. Kedatangan mereka
ke dayah disambut dengan hangat oleh keluarga dayah termasuk Husein yang
merupakan anak dari pemimpin dayah sekaligus sepupu Vivi yang berbeda usia 10
tahun dengannya. Meskipun begitu, tingkah laku Husein tidak sesuai dengan
usianya yang selalu berusaha membuat Vivi menangis dengan gurauannya.
“Hai Vi,,, Selamat bergabung
dengan keluarga dayah,,, Semoga kau betah dan bertahan lama” Pesan singkat dari
Husein merupakan tanda awal kesengsaraan Vivi selama didayah.
“Paman, ajari Vivi berbagai ilmu
selama Vivi belajar didayah ini” Sapa Vivi kepada pimpinan dayah tanpa
memperdulikan Husein.
Ibu
Vivi pamit kepada paman dan keluarga lainnya, berharap akan banyak perubahan
baik yang terjadi pada anaknya setelah menyelesaikan belajar didayah nantinya.
Satu minggu
telah berlalu, Vivi mulai menyadari bahwa sulitnya menjadi anak dayah, mandi
harus antri, makan hanya seporsi, dan jadwal tidur harus dibatasi. Ia mengeluh
kesana kemari tapi semua yang mendengar keluhannya hanya tersenyum melihat
tingkahnya. Tanpa berpikir panjang Vivi menjumpai Husein yang juga merupakan
salah satu guru didayah tersebut.
“Kak Husein, apa kau tidak bisa
menolongku? Jika begini situasinya, lama kelamaan tubuhku akan mengecil karena
kekurangan gizi” keluh Vivi kepada Husein yang sedari tadi sibuk membolak balik
buku bacaannya.
“Nikmati saja,,, palingan
sebentar lagi makam dibelakang rumah berisi dengan nisan yang bertuliskan
namamu” jawab Husein tanpa memperdulikan wajah Vivi yang bergidik ngeri.
“Aku tidak percaya ternyata
kakakku kewarasannya juga sudah mulai berkurang” Vivi berlalu meningggalkan
Husein yang mulai tertawa.
Tanpa
terasa sebulan telah berlalu, Vivi mulai terbiasa dengan kebiasaan hidup
didayah, ada banyak cerita yang ia bagi dengan para santri disekitarnya. Tiba-tiba
sebuah isu mulai menyebar dikalangan para santri yang menyatakan bahwa Husein
dituntut untuk segera menikah oleh pimpinan pesantren. Ada banyak santriwati
yang bertanya-tanya apakah jodoh Husein berasal dari dayah ini atau Husein
memang sudah memiliki calon untuk dikenalkan kepada orangtuanya.
Vivi
yang mendengar isu tersebut menyadari bahwa sebenarnya selama ini tidak
seorangpun yang berada didekat Husein selain dia. Sambil berlari-lari kecil
Vivi menghampiri Husein yang tengah memberi makan ikan dikolam.
“Kak Husein,,, “ Vivi tiba dengan
napas terengah-engah.
“ehhh Vivi… hei kau kenapa?”
Husein berbalik menemui Vivi yang mulai duduk diantara kolam.
“apa kakak tidak menghiraukan isu
yang telah menyebar? Dengan siapa kakak akan menikah? Apakah dia orang yang
kukenal? Kapan pernikahan kalian akan berlangsung? Apa aku akan diundang?”
Begitu banyak pertanyaan yang dilontarkan Vivi sedangkan Husein hanya duduk
terdiam.
“Kak Husein,,,,, jawab!!!”
“Apa Vi?” Husein berdiri menjauh
dan kembali memberi makan ikan-ikan dikolam.
“Apa??? OK kalau kakak gak mau
kasih tahu Vivi!” Vivi berlalu dari Husein dan merasa kesal bahwa kini diantara
Husein dan dia sudah mulai ada batas.
Vivi
memutuskan pulang kerumah untuk sementara waktu, Husein yang mendengar
kepulangan Vivi merasa bersalah atas perilakunya yang tidak menghiraukan Vivi.
“Assalamu’alaikum….Ibuuuu.. Vivi
Pulang” Pintu rumah dibuka dan langsung menuju kamar yang berada di dekat ruang
keluarga, tas bawaan dibanting ke kasur begitu saja, gorden yang masih tertutup dibiarkannya
tergerai. Vivi mulai duduk disisi tempat tidurnya sambil melamunkan hal yang
tak jelas. Suara langkah kaki ibu samar-samar didengar ditelinganya.
“ya ampun Vi……. Vivi kenapa nak??
Apa-apaan ini? Haduuuhhhh ibu gak sanggup yaa lihatnya” sambil memegang kepalanya
yang pusing, ibu Vivi mulai memunguti barang-barang Vivi yang berserakan.
“apa ibu tahu kalau kak Husein
akan menikah?” Suara Vivi memarau.
“Husein mau menikah? Wahh itu
berita bagus.. dengan anak siapa Vi?” Rasa penasaran Ibu Vivi menggantikan kepalanya
yang sedari tadi sakit.
“yeeeee mana Vivi tauuuu…
emangnya Vivi ibuknya kak Husein” Vivi beranjak dan mengambil handuk untuk
membersihkan badannya.
Sinar
rembulan menembus kamar Vivi yang sedari tadi di sinari dengan cahaya lampu
tidur. Vivi tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padanya, dia hanya
merasa resah dan gelisah sendiri. Guling ke kiri guling ke kanan menjadi
pilihan terbaiknya saat ini.
“Assalamu’alaikum….” Terdengar suara
seseorang dari balik pintu rumah.
“Wa’alaikumsalam… Siapa??” Suara
Ibu Vivi menyahut panggilan dari dapur.
“Ini Husein bi…” suara Husein
menyahut dari balik pintu.
“Gak usah masuk…. Pulang aja
sanaaaa” suara Vivi menjawab dari balik kamarnya yang suram.
Ibu
Vivi membukakan pintu dengan tergesa-gesa. Begitu gagang pintu dibuka Ibu Vivi
langsung mempersilahkan Husein untuk masuk.
“Ayo Husein… kenapa tidak
langsung masuk saja” Ibu Vivi meraih tangan Husein dan membawanya masuk ke
dalam rumah.
“Eummm bibi, apa Vivi udah tidur?”
Husein melirik ke seisi rumah namun tidak melihat tanda-tanda kemunculan Vivi.
“Kenapa mencariku?” Vivi berjalan
keluar kamar dan menuju ke arah Husein dan Ibunya.
“Heiiii… bukannya kau penasaran
dengan siapa aku akan menikah” Husein mencoba mencairkan suasana.
“sepertinya kau harus membujuknya
Husein,, bibi akan menyiapkan cemilan untuk kalian” Ibu vivi berlalu menuju
dapur.
“Baiklah,,, ceritakan kepadaku
semuaaanyaaa” raut wajah Vivi mulai berubah dan dia mengambil posisi nyaman
untuk mendengarkan seluruh curhatan Husein.
“awalnya aku tidak tahu nama
siapa yang harus kusebut, kau tahu sendiri bahwa tidak ada seorangpun yang
sedang dekat denganku. Dan saat itu gadis itu lewat didepanku, seolah itu
pertanda bahwa dialah yang menjadi calonku” jelas Husein kepada Vivi.
“Siapa gadis itu? Apa aku
mengenalnya?” rasa penasaran Vivi semakin meningkat.
“Kita semua mengenalnya Vi….” Kedua
tangan Husein menutupi wajahnya yang merona.
“hah???? Siapa???” Vivi semakin
memajukan badannya agar dapat mendengar suara Husein dengan jelas.
“Puji” satu kata keluar dari
mulut Husein.
“ha??? kak Puji yang saudara kita ? kak Puji yang belajar didayah denganku?? Apa dia
yang kakak maksud?” Tangan Vivi membungkam mulutnya sendiri.
“iya Vi” Husein semakin
menundukkan kepalanya.
“Ibuuuuuuuuuuuuu” Vivi berlari
memberitahu ibunya di dapur.
Tidak
beberapa lama mereka bertiga berkumpul dan saling mendengarkan cerita Husein
yang belum mendapat restu dari kedua orangtuanya sendiri dengan alasan bahwa
Puji masih tergolong keluarga dekat. Hal ini menyebabkan kegalauan tersendiri pada
Husein. Setelah mendengar cerita dari Husein, kini Vivi ikut-ikutan galau. Ia beranjak
dari tempat duduknya dan menuju ke kamarnya yang suram.
“Vi, mau kemana? Vivi sudah mau
tidur yaaa?” Ibu Vivi melihat wajah Vivi yang melemas.
“Vivi galau bu” kata singkat dan simple
keluar dari mulut Vivi.
Ibu Vivi dan
Husein keduanya saling memandang secara bersamaan setelah mendengar jawaban
dari Vivi.
“Anak bibi memang yang paling
alay” seru Husein yang keheranan melihat tingkah Vivi.
Malam
berlalu begitu saja, Husein pamit pulang dan membiarkan Vivi berkelut dengan mimpi-mimpi
anehnya.
Dua
minggu berlalu setelah malam itu, Vivi masih bertahan didayah dan tidak
mendengar isu apapun lagi tentang pernikahan Husein. Hal tersebut menimbulkan
pertanyaan tersendiri untuk Vivi yang memang patut diberi gelar “Ratu Kepo”.
Vivi mulai mengendap-endap menuju rumah utama dayah yang dihuni oleh keluarga
Husein tanpa diketahui oleh siapapun. Tanpa berpikir panjang ia mulai berjalan
kebawah rumah yang kebetulan rumah tersebut merupakan rumah panggung. Telinga
tajam Vivi mulai merekam satu per satu percakapan anggota keluarga rumah
tersebut dan terlintas percakapan tentang pernikahan Husein.
“Apa boleh buat, kak Husein
memang menginginkan wanita itu, dia tidak ingin wanita lain. Kita tidak bisa
melarangnya meski dia masih saudara kita. Kenapa pernikahan mereka harus
diadakan secepat itu? Apa kak Husein takut wanita itu diambil orang lain. Ia
menurutku juga begitu, bulan depan itu terlalu cepat untukku” kedua adik Husein
berbincang tanpa menyadari Vivi yang sedang menguping dari bawah rumah.
“Apa???” Vivi segera membungkam
mulutnya sendiri yang berbisik terkejut dan berlari keluar dari pekarangan
bawah rumah keluarga Husein.
“bulan depan itu terlalu cepat,
aku saja belum menyiapkan pakaian yang akan aku kenakan pada pesta
pernukahannya nanti” gumam Vivi pada
dirinya sendiri sedang langkahnya mondar mandir tak tentu arah.
Hari
yang ditunggupun tiba, undangan pernikahan Husein dengan Puji juga telah sampai
kekediaman Vivi. Vivi dan Ibunya juga sibuk membantu mempersiapkan kebutuhan
Husein untuk pernikahannya.
Suara
riuh disana sini mengisi keramaian aqad dihari itu. Aqad sederhana yang
dilaksanakan di salah satu mesjid agung tersebut berlangsung tanpa hambatan. Seusai
aqad, peresmian dilanjutkan dikediaman sang mempelai pria. Vivi yang sedari
tadi sibuk mengurusi segala persiapan menghentikan aktivitasnya karena ditegur
oleh Husein.
“Vi,,, ayo kemari sebentar..”
panggil Husein menyuruh Vivi mendekat kepadanya.
“Ada apa kak?” Vivi mendekat
sesuai perintah Husein.
“Ambil kamera ini dan bisa tolong
kau foto kami berdua” Husein memohon kepada Vivi yang tidak menyangka akan
dimintai tolong seperti itu.
“jreeekk..jreekkk…jreeekkk”
beberapa jepretan diambil Vivi dengan gaya yang berbeda.
“coba lihat dulu kak, mana tahu
kakak tidak menyukai hasilnya” Vivi mendekat sambil menyodorkan kamera milik
Husein.
“euummm ini sudah bagus Vi,,,”
jawab Husein sambil melihat ke arah Vivi.
“Vi,,” Bisik Husein kepada Vivi
yang sedari tadi nyengir sendiri.
“Iya kak, ada apa?” Vivi
mendekatkan telinganya kepada Husein yang tidak terlalu jelas mendengar suara
Husein karena banyaknya tamu yang berdatangan.
“Sayang sekali kau terlalu lama
lahir” Bisik Husein kepada Vivi seraya berlalu mengajak Mempelai wanita
menjumpai para tamu.
Setelah
kata-kata Husein tersebut, Vivi hanya bisa terpaku dan bertanya-tanya apa
maksud dari perkataan Husein. Ia tidak menyadari bahwa Husein masih sangat
menghargai Vivi sebagai adiknya karena jarak umur mereka yang jauh berbeda.
Husein mulai merasakan perasaan yang dalam terhadap Vivi sejak Vivi masuk SMA. Sejak
saat itu pula Husein mulai melihat Vivi sebagai seorang wanita bukan hanya
sekedar adik yang selalu mengisi kekosongan hatinya. Namun Husein menyadari
sikap yang ditunjukkan Vivi adalah sikap tulus yang ditunjukkan seorang adik
kepada seorang kakak bukan kepada seorang pria, sehingga Husein lebih memilih
mencintai Vivi dalam diam.
SURAT
PERNYATAAN
Benar
adanya cerita pendek “Menunggu Cinta Dibalik Usia” ini merupakan cerita yang
diambil berdasarkan kisah nyata. Cerita ini juga merupakan karya saya sendiri tanpa adanya unsur plagiat
didalamnya. Adapun jika didapati kesamaan cerita dengan cerita pendek ini maka itu merupakan
kebetulan semata.
Singkil,
07 Januari 2015
penulis
No comments:
Post a Comment