Thursday, 7 January 2016

Cerpen Untuk Lomba Asma Nadia "Menunggu Cinta Dibalik Usia"


MENUNGGU CINTA DIBALIK  USIA



“Viviiiiiiiiii………… bangunnnn naaakkkk” jeritan ibu bahkan terdengar hingga ke pasar.

“kan Vivi bilang, Vivi gak mau belajar kedayah” raut wajah Vivi yang sedari tadi ditekuk dengan lutut telah berubah warna menjadi merah padam karena kekurangan oksigen.

          Suara langkah kaki ibu semakin jelas terdengar menuju ke arah kamar Vivi, tangan sebelah kanan berisi air satu gayung, dan tangan kiri ibu mulai memegang gagang pintu kamar yang memang tidak pernah dikunci oleh pemiliknya. Saat pintu mulai dibuka, ibu mulai mengayunkan tangan kanannya ke belakang berharap air segayung itu membasahi wajah anaknya yang tidak pernah mau mendengarkannya.

“ehhh ibu masuk” Senyuman Vivi merekah dengan posisi ia duduk di atas kasurnya yang telah rapi.

“Vivi udah bangun bu, ini baru selesai beresin tempat tidur,,,hehehe” sambil tertawa licik, Vivi meraih gayung yang berisi air di tangan ibunya yang telah terpaku di depan pintu kamar.

“aku bahkan tidak tahu harus berbuat apa kepadamu yang memiliki perilaku seperti ini” keluh ibu sambil berlalu keluar dari kamar Vivi dan membuat sarapan untuk pagi yang melelahkan.

          Sarapan dimeja makan bersama adalah hal yang didambakan setiap keluarga, namun berbeda pula dengan pemikiran Vivi, baginya makan bersama dimeja makan merupakan hal yang selalu membuatnya merasa sedang mengalami ujian nasional, setiap suap nasi yang ia makan selalu berisi dengan jawaban yang belum tentu diterima kebenarannya.

“Vi, cobalah dulu mengaji didayah itu, pemiliknya juga paman Vivi, jadi apa yang Vivi takutkan?” pertanyaan ibu untuk suapan Vivi yang kesekian kali.

“Huuffttt,,,, Ok… Vivi mau, tapi hanya 3 bulan,, selama 3 bulan Vivi akan coba, untuk kedepannya itu keputusan Vivi. Ok,, Ibu setuju?” jawaban penuh syarat itu ia lontarkan kepada ibunya yang nyaris tersedak.

“ok Vi,, toh sebentar lagi Vivi juga kuliah,, jadi proses mondok didayah juga gak akan lama lagi” Senyuman ibu merekah sambil menaruh lauk tambahan ke piring Vivi yang masih penuh.

          Tanpa menunggu waktu lama, Vivi segera diantar oleh ibunya menuju dayah milik pamannya yang tidak begitu jauh dari tempat mereka tinggal. Kedatangan mereka ke dayah disambut dengan hangat oleh keluarga dayah termasuk Husein yang merupakan anak dari pemimpin dayah sekaligus sepupu Vivi yang berbeda usia 10 tahun dengannya. Meskipun begitu, tingkah laku Husein tidak sesuai dengan usianya yang selalu berusaha membuat Vivi menangis dengan gurauannya.

“Hai Vi,,, Selamat bergabung dengan keluarga dayah,,, Semoga kau betah dan bertahan lama” Pesan singkat dari Husein merupakan tanda awal kesengsaraan Vivi selama didayah.

“Paman, ajari Vivi berbagai ilmu selama Vivi belajar didayah ini” Sapa Vivi kepada pimpinan dayah tanpa memperdulikan Husein.

          Ibu Vivi pamit kepada paman dan keluarga lainnya, berharap akan banyak perubahan baik yang terjadi pada anaknya setelah menyelesaikan belajar didayah nantinya.

Satu minggu telah berlalu, Vivi mulai menyadari bahwa sulitnya menjadi anak dayah, mandi harus antri, makan hanya seporsi, dan jadwal tidur harus dibatasi. Ia mengeluh kesana kemari tapi semua yang mendengar keluhannya hanya tersenyum melihat tingkahnya. Tanpa berpikir panjang Vivi menjumpai Husein yang juga merupakan salah satu guru didayah tersebut.

“Kak Husein, apa kau tidak bisa menolongku? Jika begini situasinya, lama kelamaan tubuhku akan mengecil karena kekurangan gizi” keluh Vivi kepada Husein yang sedari tadi sibuk membolak balik buku bacaannya.

“Nikmati saja,,, palingan sebentar lagi makam dibelakang rumah berisi dengan nisan yang bertuliskan namamu” jawab Husein tanpa memperdulikan wajah Vivi yang bergidik ngeri.
“Aku tidak percaya ternyata kakakku kewarasannya juga sudah mulai berkurang” Vivi berlalu meningggalkan Husein yang mulai tertawa.

          Tanpa terasa sebulan telah berlalu, Vivi mulai terbiasa dengan kebiasaan hidup didayah, ada banyak cerita yang ia bagi dengan para santri disekitarnya. Tiba-tiba sebuah isu mulai menyebar dikalangan para santri yang menyatakan bahwa Husein dituntut untuk segera menikah oleh pimpinan pesantren. Ada banyak santriwati yang bertanya-tanya apakah jodoh Husein berasal dari dayah ini atau Husein memang sudah memiliki calon untuk dikenalkan kepada orangtuanya.

          Vivi yang mendengar isu tersebut menyadari bahwa sebenarnya selama ini tidak seorangpun yang berada didekat Husein selain dia. Sambil berlari-lari kecil Vivi menghampiri Husein yang tengah memberi makan ikan dikolam.

“Kak Husein,,, “ Vivi tiba dengan napas terengah-engah.

“ehhh Vivi… hei kau kenapa?” Husein berbalik menemui Vivi yang mulai duduk diantara kolam.

“apa kakak tidak menghiraukan isu yang telah menyebar? Dengan siapa kakak akan menikah? Apakah dia orang yang kukenal? Kapan pernikahan kalian akan berlangsung? Apa aku akan diundang?” Begitu banyak pertanyaan yang dilontarkan Vivi sedangkan Husein hanya duduk terdiam.

“Kak Husein,,,,, jawab!!!”

“Apa Vi?” Husein berdiri menjauh dan kembali memberi makan ikan-ikan dikolam.

“Apa??? OK kalau kakak gak mau kasih tahu Vivi!” Vivi berlalu dari Husein dan merasa kesal bahwa kini diantara Husein dan dia sudah mulai ada batas.

          Vivi memutuskan pulang kerumah untuk sementara waktu, Husein yang mendengar kepulangan Vivi merasa bersalah atas perilakunya yang tidak menghiraukan Vivi.

“Assalamu’alaikum….Ibuuuu.. Vivi Pulang” Pintu rumah dibuka dan langsung menuju kamar yang berada di dekat ruang keluarga, tas bawaan dibanting ke kasur begitu saja,  gorden yang masih tertutup dibiarkannya tergerai. Vivi mulai duduk disisi tempat tidurnya sambil melamunkan hal yang tak jelas. Suara langkah kaki ibu samar-samar didengar ditelinganya.

“ya ampun Vi……. Vivi kenapa nak?? Apa-apaan ini? Haduuuhhhh ibu gak sanggup yaa lihatnya” sambil memegang kepalanya yang pusing, ibu Vivi mulai memunguti barang-barang Vivi yang berserakan.

“apa ibu tahu kalau kak Husein akan menikah?” Suara Vivi memarau.

“Husein mau menikah? Wahh itu berita bagus.. dengan anak siapa Vi?” Rasa penasaran Ibu Vivi menggantikan kepalanya yang sedari tadi sakit.

“yeeeee mana Vivi tauuuu… emangnya Vivi ibuknya kak Husein” Vivi beranjak dan mengambil handuk untuk membersihkan badannya.

          Sinar rembulan menembus kamar Vivi yang sedari tadi di sinari dengan cahaya lampu tidur. Vivi tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi padanya, dia hanya merasa resah dan gelisah sendiri. Guling ke kiri guling ke kanan menjadi pilihan terbaiknya saat ini.

“Assalamu’alaikum….” Terdengar suara seseorang dari balik pintu rumah.

“Wa’alaikumsalam… Siapa??” Suara Ibu Vivi menyahut panggilan dari dapur.

“Ini Husein bi…” suara Husein menyahut dari balik pintu.

“Gak usah masuk…. Pulang aja sanaaaa” suara Vivi menjawab dari balik kamarnya yang suram.

          Ibu Vivi membukakan pintu dengan tergesa-gesa. Begitu gagang pintu dibuka Ibu Vivi langsung mempersilahkan Husein untuk masuk.

“Ayo Husein… kenapa tidak langsung masuk saja” Ibu Vivi meraih tangan Husein dan membawanya masuk ke dalam rumah.

“Eummm bibi, apa Vivi udah tidur?” Husein melirik ke seisi rumah namun tidak melihat tanda-tanda kemunculan Vivi.

“Kenapa mencariku?” Vivi berjalan keluar kamar dan menuju ke arah Husein dan Ibunya.

“Heiiii… bukannya kau penasaran dengan siapa aku akan menikah” Husein mencoba mencairkan suasana.

“sepertinya kau harus membujuknya Husein,, bibi akan menyiapkan cemilan untuk kalian” Ibu vivi berlalu menuju dapur.

“Baiklah,,, ceritakan kepadaku semuaaanyaaa” raut wajah Vivi mulai berubah dan dia mengambil posisi nyaman untuk mendengarkan seluruh curhatan Husein.

“awalnya aku tidak tahu nama siapa yang harus kusebut, kau tahu sendiri bahwa tidak ada seorangpun yang sedang dekat denganku. Dan saat itu gadis itu lewat didepanku, seolah itu pertanda bahwa dialah yang menjadi calonku” jelas Husein kepada Vivi.

“Siapa gadis itu? Apa aku mengenalnya?” rasa penasaran Vivi semakin meningkat.

“Kita semua mengenalnya Vi….” Kedua tangan Husein menutupi wajahnya yang merona.

“hah???? Siapa???” Vivi semakin memajukan badannya agar dapat mendengar suara Husein dengan jelas.

“Puji” satu kata keluar dari mulut Husein.

“ha??? kak  Puji yang saudara kita ? kak  Puji yang belajar didayah denganku?? Apa dia yang kakak maksud?” Tangan Vivi membungkam mulutnya sendiri.

“iya Vi” Husein semakin menundukkan kepalanya.

“Ibuuuuuuuuuuuuu” Vivi berlari memberitahu ibunya di dapur.

          Tidak beberapa lama mereka bertiga berkumpul dan saling mendengarkan cerita Husein yang belum mendapat restu dari kedua orangtuanya sendiri dengan alasan bahwa Puji masih tergolong keluarga dekat. Hal ini menyebabkan kegalauan tersendiri pada Husein. Setelah mendengar cerita dari Husein, kini Vivi ikut-ikutan galau. Ia beranjak dari tempat duduknya dan menuju ke kamarnya yang suram.

“Vi, mau kemana? Vivi sudah mau tidur yaaa?” Ibu Vivi melihat wajah Vivi yang melemas.

“Vivi galau bu” kata singkat dan simple keluar dari mulut Vivi.

Ibu Vivi dan Husein keduanya saling memandang secara bersamaan setelah mendengar jawaban dari Vivi.

“Anak bibi memang yang paling alay” seru Husein yang keheranan melihat tingkah Vivi.

          Malam berlalu begitu saja, Husein pamit pulang dan membiarkan Vivi berkelut dengan mimpi-mimpi anehnya.

          Dua minggu berlalu setelah malam itu, Vivi masih bertahan didayah dan tidak mendengar isu apapun lagi tentang pernikahan Husein. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan tersendiri untuk Vivi yang memang patut diberi gelar “Ratu Kepo”. Vivi mulai mengendap-endap menuju rumah utama dayah yang dihuni oleh keluarga Husein tanpa diketahui oleh siapapun. Tanpa berpikir panjang ia mulai berjalan kebawah rumah yang kebetulan rumah tersebut merupakan rumah panggung. Telinga tajam Vivi mulai merekam satu per satu percakapan anggota keluarga rumah tersebut dan terlintas percakapan tentang pernikahan Husein.

“Apa boleh buat, kak Husein memang menginginkan wanita itu, dia tidak ingin wanita lain. Kita tidak bisa melarangnya meski dia masih saudara kita. Kenapa pernikahan mereka harus diadakan secepat itu? Apa kak Husein takut wanita itu diambil orang lain. Ia menurutku juga begitu, bulan depan itu terlalu cepat untukku” kedua adik Husein berbincang tanpa menyadari Vivi yang sedang menguping dari bawah rumah.

“Apa???” Vivi segera membungkam mulutnya sendiri yang berbisik terkejut dan berlari keluar dari pekarangan bawah rumah keluarga Husein.

“bulan depan itu terlalu cepat, aku saja belum menyiapkan pakaian yang akan aku kenakan pada pesta pernukahannya nanti”  gumam Vivi pada dirinya sendiri sedang langkahnya mondar mandir tak tentu arah.

          Hari yang ditunggupun tiba, undangan pernikahan Husein dengan Puji juga telah sampai kekediaman Vivi. Vivi dan Ibunya juga sibuk membantu mempersiapkan kebutuhan Husein untuk pernikahannya.

          Suara riuh disana sini mengisi keramaian aqad dihari itu. Aqad sederhana yang dilaksanakan di salah satu mesjid agung tersebut berlangsung tanpa hambatan. Seusai aqad, peresmian dilanjutkan dikediaman sang mempelai pria. Vivi yang sedari tadi sibuk mengurusi segala persiapan menghentikan aktivitasnya karena ditegur oleh Husein.

“Vi,,, ayo kemari sebentar..” panggil Husein menyuruh Vivi mendekat kepadanya.

“Ada apa kak?” Vivi mendekat sesuai perintah Husein.

“Ambil kamera ini dan bisa tolong kau foto kami berdua” Husein memohon kepada Vivi yang tidak menyangka akan dimintai tolong seperti itu.

“jreeekk..jreekkk…jreeekkk” beberapa jepretan diambil Vivi dengan gaya yang berbeda.

“coba lihat dulu kak, mana tahu kakak tidak menyukai hasilnya” Vivi mendekat sambil menyodorkan kamera milik Husein.

“euummm ini sudah bagus Vi,,,” jawab Husein sambil melihat ke arah Vivi.

“Vi,,” Bisik Husein kepada Vivi yang sedari tadi nyengir sendiri.

“Iya kak, ada apa?” Vivi mendekatkan telinganya kepada Husein yang tidak terlalu jelas mendengar suara Husein karena banyaknya tamu yang berdatangan.

“Sayang sekali kau terlalu lama lahir” Bisik Husein kepada Vivi seraya berlalu mengajak Mempelai wanita menjumpai para tamu.

          Setelah kata-kata Husein tersebut, Vivi hanya bisa terpaku dan bertanya-tanya apa maksud dari perkataan Husein. Ia tidak menyadari bahwa Husein masih sangat menghargai Vivi sebagai adiknya karena jarak umur mereka yang jauh berbeda. Husein mulai merasakan perasaan yang dalam terhadap Vivi sejak Vivi masuk SMA. Sejak saat itu pula Husein mulai melihat Vivi sebagai seorang wanita bukan hanya sekedar adik yang selalu mengisi kekosongan hatinya. Namun Husein menyadari sikap yang ditunjukkan Vivi adalah sikap tulus yang ditunjukkan seorang adik kepada seorang kakak bukan kepada seorang pria, sehingga Husein lebih memilih mencintai Vivi dalam diam.








SURAT PERNYATAAN

Benar adanya cerita pendek “Menunggu Cinta Dibalik Usia” ini merupakan cerita yang diambil berdasarkan kisah nyata. Cerita ini juga merupakan  karya saya sendiri tanpa adanya unsur plagiat didalamnya. Adapun jika didapati kesamaan cerita dengan  cerita pendek ini maka itu merupakan kebetulan semata.









                                                                                                Singkil, 07 Januari 2015


                                                                                                                penulis

Lirik Mars Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Terbaru - 2021

 MARS ATR/BPN 2021 Insan Pertanahan dan Tata Ruang Baktikan diri membangun bangsa Bersatu hadirkan layanan prima Maju modern berstanda...